Jumat, 29 April 2011

Menganalisis Pembangunan Nasional dan Daerah Dengan Kebijakan Hutang Luar Negri


Sebelum kita mengenalisis kaitan kebijakan antara pembangunan indonesia baik pembangunan nasional maupun pembangunan daerah dengan kebijakan luar negri kita harus mengetahui pengertian dari pembangunan.Mengenai pengertian pembangunan, para ahli memberikan definisi yang bermacam-macam seperti halnya peren­canaan. Istilah pembangunan bisa saja diartikan berbeda oleh satu orang dengan orang lain, daerah yang satu dengan daerah lainnya, Negara satu dengan Negara lain.  Namun secara umum ada suatu kesepakatan bahwa pemba­ngunan merupakan proses untuk melakukan perubahan (Riyadi dan Deddy Supriyadi Bratakusumah, 2005).
Siagian (1994) memberikan pengertian tentang pembangunan sebagai “Suatu usaha atau rangkaian usaha pertumbuhan dan per­ubahan yang berencana dan dilakukan secara sadar oleh suatu bangsa, negara dan pemerintah, menuju modernitas dalam rangka pembinaan bangsa (nation building)”. Sedangkan Ginanjar Kartasas­mita (1994) memberikan pengertian yang lebih sederhana, yaitu sebagai “suatu proses perubahan ke arah yang lebih baik melalui upaya yang dilakukan secara terencana” 

Secara tradisional pembangunan memiliki arti peningkatan yang terus menerus pada Gross Domestic Product atau Produk Domestik Bruto suatu negara. Untuk daerah, makna pembangunan yang tradisional difokuskan pada peningkatan ­Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) suatu provinsi, kabupaten, atau kota (Kuncoro, 2004).Namun, muncul kemudian sebuah alternatif definisi pembangunan ekonomi menekankan pada peningkatan income per capita (pendapatan per kapita). Definisi ini menekankan pada kemampuan suatu negara untuk meningkatkan output yang dapat melebihi pertumbuhan penduduk. Definisi pembangunan tradisional sering dikaitkan dengan sebuah strategi mengubah struktur suatu negara atau sering kita kenal dengan industrialisasi. Kontribusi mulai digantikan dengan kontribusi industri. Definisi yang cenderung melihat segi kuantitatif pembangunan ini dipandang perlu menengok indikator-indikator sosial yang ada (Kuncoro, 2004).

Paradigma pembangunan modern memandang suatu pola yang berbeda dengan pembangunan ekonomi tradisional. Pertanyaan beranjak dari benarkah semua indikator ekonomi memberikan gambaran kemakmuran. Beberapa ekonom modern mulai mengedepankan dethronement of GNP (penurunan tahta pertumbuhan ekonomi), pengentasan garis kemiskinan, pengangguran, distribusi pendapatan yang semakin timpang, dan penurunan tingkat pengangguran yang ada. Teriakan para ekonom ini membawa perubahan dalam paradigma pembangunan menyoroti bahwa pembangunan harus dilihat sebagai suatu proses yang multidimensional (Kuncoro, ­2003). Beberapa ahli menganjurkan bahwa pembangunan suatu daerah haruslah mencakup tiga inti nilai (Kuncoro, 2000; Todaro, 2000):



1.    Ketahanan (Sustenance): kemampuan untuk memenuhi kebutuhan pokok (pangan, papan, kesehatan, dan proteksi) untuk mempertahankan hidup.
2.    Harga diri (Self Esteem): pembangunan haruslah memanusiakan orang. Dalam arti luas pembangunan suatu daerah haruslah meningkatkan kebanggaan sebagai manusia yang berada di daerah itu.
3.    Freedom from servitude: kebebasan bagi setiap individu suatu negara untuk berpikir, berkembang, berperilaku, dan berusaha untuk berpartisipasi dalam pembangunan.

Indonesia merupakan negara berkembang yang sangan gencar untuk melakukan pembangunan untuk meningkatkan pembangunan baik dalam pembangunan nasional maupun pembangunan sektoral (daerah).Dengan sistem demokrasi dan desentralisasi, kita mampu mewujudkan otonomi daerah sebagai landasan pelaksanaan strategi pembangunan yang berkeadilan, merata, dan inklusif. "Penyerahan sebagian besar kewenangan pemerintahan kepada pemerintah daerah, telah menempatkan pemerintah daerah sebagai ujung tombak pembangunan nasional, dalam rangka menciptakan kemakmuran rakyat secara adil dan merataonomi daerah yang dilaksanakan dengan benar akan menghasilkan dampak yang positif dalam bentuk pertumbuhan ekonomi daerah yang makin merata, serta tingkat kemiskinan dan pengangguran yang makin menurun.Dalam mewujudkan pembangunan daerah yang adil dan merata, maka pelaksanaan desentralisasi fiskal secara konsisten dan bertanggung jawab menjadi sangat penting. "Desentralisasi keuangan negara ditujukan untuk menjalankan prinsip anggaran, yang harus mengikuti fungsi dan tanggung jawab yang telah didelegasikan kepada daerah (money follows function). Kebijakan transfer anggaran ke daerah untuk mengurangi kesenjangan fiskal antara pemerintah puasat dan daerah, serta kesenjangan antardaerah. Transfer anggaran ke daerah juga ditujukan untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik di daerah, dan mengurangi kesenjangan pelayanan publik antardaerah..
Menurut saya dengan desentralisasi yang makin konsisten dan kompeten di jalankan, daerah akan makin mampu menciptakan iklim usaha yang baik dan menarik bagi tumbuhnya kegiatan ekonomi yang produktif. "Kualitas kebijakan dan peraturan daerah akan sangat menentukan daya tarik investasi. Hadirnya peraturan daerah yang menimbulkan ekonomi biaya tinggi jelaslah akan menghambat investasi. Sesuai komitmen kita bersama untuk menciptakan iklim investasi yang baik di daerah, maka pemerintah telah, sedang, dan akan terus menghapuskan berbagai pungutan daerah, yang tidak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan hal ini dapat menjadi pembangunan daerah yang maju dan menjadi ujung tombak pembangunan nasional.Namun sayang pembangunan di indonesia masih belum merata terutama di daerah-daerah pelosok dan daerah daerah tertinggal rata-rata pembangunan di indonesia hanya terpusat di kota-kota besar saja padahal masih banyak potensi potensi daerah yang kurang dimanfaatkan karena pembangunannya sangat minim.
Tidak itu saja masalah pembangunan nasional di indonesia ini disamping kurang merata juga pembangunan di indonesia sebagian besar diperoleh dari dana hutang luar negri. Kementerian Keuangan mencatat total utang pemerintah per 31 Desember 2010 mencapai Rp 1676 T. Laporan Perkembangan Utang Negara Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang Kementerian Keuangan Edisi Januari 2011 yang diperoleh di Jakarta, Kamis (27/1/2011), mencatat angka tersebut merupakan angka sangat sementara menggunakan patokan kurs Rp 8.991 per dollar Amerika Serikat. 
Jumlah utang pemerintah pusat senilai Rp 1.676 triliun, terdiri dari utang dalam bentuk pinjaman (luar negeri) senilai 68,04 miliar dollar AS (36,5 persen). Sementara itu, utang dalam bentuk surat berharga negara sebesar 118,39 miliar dollar AS atau Rp 1.064 triliun (63,5 persen).
 

Pinjaman senilai 68,04 miliar dollar AS (Rp 612 triliun) terdiri dari pinjaman bilateral sebesar 41,83 miliar dollar AS, pinjaman multilateral 23,13 miliar dollar AS, pinjaman komersial 3,02 miliar dollar AS, dan pinjaman suppliers 0,06 miliar dollar AS. Sementara itu, surat berharga negara terdiri dari surat berharga negara dalam denominasi valuta asing sebesar 18,02 miliar dollar AS dan dalam denominasi rupiah sebesar 100,37 miliar dollar AS.Jika dirinci berdasar negara/lembaga kreditornya, pinjaman luar negeri sebesar 68,04 miliar dollar AS yang terdiri dari pinjaman Jepang sebesar 30,49 miliar dollar AS (44,8 persen), Bank Pembangunan Asia 11,15 miliar dollar AS (16,4 persen), Bank Dunia 11,37 miliar dollar AS (16,7 persen), dan lainnya 15,05 miliar dollar AS (22,1 persen).Dibandingkan dengan posisi per 31 Desember 2009, posisi utang pemerintah per 31 Desember 2010 menunjukkan kenaikan. Total utang pemerintah pusat per 31 Desember 2009 mencapai Rp 1.590,66 triliun atau 169,22 miliar dollar AS (kurs Rp 9.400 per dollar AS) yang terdiri dari pinjaman sebesar 65,02 miliar dollar AS (Rp 611 triliun) dan surat berharga negara sebesar 104,20 miliar dollar AS (Rp 979 triliun).
 

Penerbitan surat berharga negara selama 2010 terutama di pasar domestik antara lain untuk refinancing utang lama, mengurangi pinjaman luar negeri, dan untuk mengembangkan pasar keuangan domestik. Sementara itu, pinjaman luar negeri pada 2010 naik dibandingkan 2009 terutama karena volatilitas nilai tukar rupiah terhadap berbagai denominasi mata uang dalam pinjaman luar negeri.Kemampuan indonesia sebagai negara berkembanguntuk meningkatkan tabungan dalam negeri dan mengurangi jurang tabungan-investasi (saving-investmentgap) hingga saat ini masih rendah sehingga untuk biaya pembangunan harus ditutupi dari pinjaman luar negeri.Prinsip anggaran berimbang yang dianut selama ini oleh Pemerintah Indonesia mempunyai konsekuensi bahwa defisit anggaran yang terjadi secara reguler ditutup dari hutang luar negeri.

Peranan hutang luar negeri dikatakan ibarat pedang bermata dua.Banyak yang berpendapat bahwa hutang luar negeri diyakini berdampak positif bagi pembangunan. Namun demikian banyak juga yang berkeyakinan bahwa jika suatu negara mempunyai profil hutang yang tidak wajar atau yang tidak diinginkan jumlah  hutang melebihi 40 persen GNP,jumlah  hutang melebihi 200 persen ekspor dan DSR lebih dari 25 persen), kondisi seperti ini akan mengancam kestabilan  makro ekonomi negara tersebut Untuk memulihkan perekonornian Indonesia, hutang luar negeri tetap dibutuhkan dan sangat sulit mengehentikan begitu saja. Hal yang paling mungkin dilakukan adalah mengurangi hutang baru secara bertahap dan  terus.

Sumber :

http://profsyamsiah.wordpress.com/2009/03/19/pengertian-pembangunan/

http://indonesianvoices.com/index.php?option=com_content&view=article&id=387:daerah-menjadi-ujung-tombak-pembangunan-nasional&catid=36:good-government-governance&Itemid=57

http://www.kaskus.us/showthread.php?t=7684357