Sabtu, 03 Maret 2012

"Kondisi Hukum di Indonesia dan Hukum Perdata"

Hukum adalah sistem yang terpenting dalam pelaksanaan atas rangkaian kekuasaan kelembagaan.dari bentuk penyalahgunaan kekuasaan dalam bidang politik, ekonomi dan masyarakat dalam berbagai cara dan bertindak, sebagai perantara utama dalam hubungan sosial antar masyarakat  terhadap kriminalisasi dalam hukum pidana, hukum pidana yang berupayakan cara negara dapat menuntut pelaku dalam konstitusi hukum menyediakan kerangka kerja bagi penciptaan hukum, perlindungan hak asasi manusia dan memperluas kekuasaan politik serta cara perwakilan di mana mereka yang akan dipilih. Administratif hukum digunakan untuk meninjau kembali keputusan dari pemerintah, sementara hukum internasional mengatur persoalan antara berdaulat negara dalam kegiatan mulai dari perdagangan lingkungan peraturan atau tindakan militer. filsuf Aristotle menyatakan bahwa "Sebuah supremasi hukum akan jauh lebih baik dari pada dibandingkan dengan peraturan tirani yang merajalela.

Hukum Di Indonesia

Hukum di indonesia merupakan campuran dari sistem hukum hukum eropa, hukum agama dan hukum adat. Sebagian besar sistem yang dianut, baik perdata maupun pidana, berbasis pada hukum eropa kontinental, khususnya dari belanda karena aspek sejarah masa lalu indonesia yang merupakan wilayah jajahan dengan sebutan hindia belanda (nederlandsch-indie). Hukum agama, karena sebagian besar masyarakat indonesia menganut islam, maka dominasi hukum atau syari'at islam lebih banyak terutama di bidang perkimpoian, kekeluargaan dan warisan. Selain itu, di indonesia juga berlaku sistem hukum adat yang diserap dalam perundang-undangan atau yurisprudensi, yang merupakan penerusan dari aturan-aturan setempat dari masyarakat dan budaya-budaya yang ada di wilayah nusantara.
Negara Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum. Menurut saya, kondisi hukum Indonesia saat ini masih sangat memprihatinkan, meskipun dalam segi sarana dan prasarana hukum itu sendiri sudah cukup menunjukkan adanya beberapa peningkatan. Namun, pada sisi lain dapat dilihat bahwa perkembangan tersebut masih belum diimbangi secara memadai dengan peningkatan integritas moral dan profesionalisme dari para aparatur hukumnya. Hal ini dikarenakan bahwa kesadaran hukum antara aparatur hukum dan masyarakat yang masih rendah. Kemudian dalam pelaksanaan hukum itu sendiri, kualitas mutu pelayanan di Indonesia ini masih kurang maksimal dan keadaan hukum di Indonesia sekarang masih belum mengalami perbaikan yang berarti.
Selain itu, yang saya lihat dan amati bahwa kondisi hukum di Indonesia sekarang sudah tidak lagi dapat dijadikan sebagai tonggak keadilan, yang ada hanyalah saling menjerat, menuduh, yang salah jadi benar dan benar bisa jadi salah. Hal ini kurangnya didasari oleh hati nurani dan logika.
Melihat kondisi hukum yang terpuruk tersebut, maka kita harus berbenah diri dan mulai melakukan hal-hal yang baik, dimulai dari diri sendiri, seperti menjauhi tindak kejahatan dan pelanggaran, serta taat pada aturan yang berlaku yang telah ditetapkan.
Oleh karena itu, kita sebagai masyarakat dan sekaligus warga negara Indonesia sangat membutuhkan suatu aturan hukum yang dapat melindungi hak-hak warga negara, agar negara Indonesia ini terbebas dari berbagai Korupsi, Kolusi, Nepotisme (KKN), dan juga tindak kejahatan lainnya yang dapat merugikan warga negara atau masyarakat Indonesia. Sehingga negara ini mampu mencapai kesejahteraan, kualitas keamanan yang baik, adanya keadilan yang tidak memihak, menjadi negara yang damai dan makmur.

Hukum Perdata di Indonesia

Hukum adalah sekumpulan peraturan yang berisi perintah dan larangan yang dibuat oleh pihak yang berwenang sehingga dapat dipaksakan pemberlakuannya berfungsi untuk mengatur masyarakat demi terciptanya ketertiban disertai dengan sanksi bagi pelanggarnya

salah satu bidang hukum yang mengatur hak dan kewajiban yang dimiliki pada subyek hukum dan hubungan antara subyek hukum. Hukum perdata disebut pula hukum privat atau hukum sipil sebagai lawan dari hukum publik. Jika hukum publik mengatur hal-hal yang berkaitan dengan negara serta kepentingan umum (misalnya politik dan pemilu (hukum tata negara), kegiatan pemerintahan sehari-hari (hukum administrasi atau tata usaha negara), kejahatan (hukum pidana), maka hukum perdata mengatur hubungan antara penduduk atau warga negara sehari-hari, seperti misalnya kedewasaan seseorang, perkimpoian, perceraian, kematian, pewarisan, harta benda, kegiatan usaha dan tindakan-tindakan yang bersifat perdata lainnya.

Ada beberapa sistem hukum yang berlaku di dunia dan perbedaan sistem hukum tersebut juga memengaruhi bidang hukum perdata, antara lain sistem hukum anglo-saxon (yaitu sistem hukum yang berlaku di kerajaan inggris raya dan negara-negara persemakmuran atau negara-negara yang terpengaruh oleh inggris, misalnya amerika serikat), sistem hukum eropa kontinental, sistem hukum komunis, sistem hukum islam dan sistem-sistem hukum lainnya. Hukum perdata di indonesia didasarkan pada hukum perdata di belanda, khususnya hukum perdata belanda pada masa penjajahan.

Bahkan kitab undang-undang hukum perdata (dikenal kuhper.) yang berlaku di indonesia tidak lain adalah terjemahan yang kurang tepat dari burgerlijk wetboek (atau dikenal dengan bw)yang berlaku di kerajaan belanda dan diberlakukan di indonesia (dan wilayah jajahan belanda) berdasarkan azas konkordansi. Untuk indonesia yang saat itu masih bernama hindia belanda, bw diberlakukan mulai 1859. Hukum perdata belanda sendiri disadur dari hukum perdata yang berlaku di perancis dengan beberapa penyesuaian. Kitab undang-undang hukum perdata (disingkat kuhper) terdiri dari empat bagian, yaitu:
  • Buku i tentang orang; mengatur tentang hukum perseorangan dan hukum keluarga, yaitu hukum yang mengatur status serta hak dan kewajiban yang dimiliki oleh subyek hukum. Antara lain ketentuan mengenai timbulnya hak keperdataan seseorang, kelahiran, kedewasaan, perkimpoian, keluarga, perceraian dan hilangnya hak keperdataan. Khusus untuk bagian perkimpoian, sebagian ketentuan-ketentuannya telah dinyatakan tidak berlaku dengan di undangkannya uu nomor 1 tahun 1974 tentang perkimpoian.
  • Buku ii tentang kebendaan; mengatur tentang hukum benda, yaitu hukum yang mengatur hak dan kewajiban yang dimiliki subyek hukum yang berkaitan dengan benda, antara lain hak-hak kebendaan, waris dan penjaminan. Yang dimaksud dengan benda meliputi (i) benda berwujud yang tidak bergerak (misalnya tanah, bangunan dan kapal dengan berat tertentu); (ii) benda berwujud yang bergerak, yaitu benda berwujud lainnya selain yang dianggap sebagai benda berwujud tidak bergerak; dan (iii) benda tidak berwujud (misalnya hak tagih atau piutang). Khusus untuk bagian tanah, sebagian ketentuan-ketentuannya telah dinyatakan tidak berlaku dengan di undangkannya uu nomor 5 tahun 1960 tentang agraria. Begitu pula bagian mengenai penjaminan dengan hipotik, telah dinyatakan tidak berlaku dengan di undangkannya uu tentang hak tanggungan.
  • Buku iii tentang perikatan; mengatur tentang hukum perikatan (atau kadang disebut juga perjanjian (walaupun istilah ini sesunguhnya mempunyai makna yang berbeda), yaitu hukum yang mengatur tentang hak dan kewajiban antara subyek hukum di bidang perikatan, antara lain tentang jenis-jenis perikatan (yang terdiri dari perikatan yang timbul dari (ditetapkan) undang-undang dan perikatan yang timbul dari adanya perjanjian), syarat-syarat dan tata cara pembuatan suatu perjanjian. Khusus untuk bidang perdagangan, kitab undang-undang hukum dagang (kuhd) juga dipakai sebagai acuan. Isi kuhd berkaitan erat dengan kuhper, khususnya buku iii. Bisa dikatakan kuhd adalah bagian khusus dari kuhper.
  • Buku iv tentang daluarsa dan pembuktian; mengatur hak dan kewajiban subyek hukum (khususnya batas atau tenggat waktu) dalam mempergunakan hak-haknya dalam hukum perdata dan hal-hal yang berkaitan dengan pembuktian.

    Sistematika yang ada pada kuhp tetap dipakai sebagai acuan oleh para ahli hukum dan masih diajarkan pada fakultas-fakultas hukum di indonesia.
Mengenai keadaan hukum perdata di Indonesia sekarang ini masih bersifat majemuk yaitu masih beraneka ragam. Faktor yang mempengaruhinya antara lain :
1. Faktor etnis
2. Faktor hysteria yuridis yang dapat kita lihat pada pasal 163 I.S yang membagi penduduk Indonesia dalam 3 golongan, yaitu :
a. Golongan eropa
b. Golongan bumi putera (pribumi/bangsa Indonesia asli)
c. Golongan timur asing (bangsa cina, India, arab)

Untuk golongan warga Negara bukan asli yang bukan berasal dari tionghoa atau eropa berlaku sebagian dari BW yaitu hanya bagian-bagian yang mengenai hukum-hukum kekayaan harta benda, jadi tidak mengenai hukum kepribadian dan kekeluargaan maupun yang mengenai hukum warisan.
Pedoman politik bagi pemerintahan hindia belanda terhadap hukum di Indonesia ditulis dalam pasal 131, I.S yang sebelumnya terdapat pada pasal 75 RR (Regeringsreglement) yang pokok-pokonya sebagai berikut :
1. Hukum perdata dan dagang (begitu pula hukum pidana beserta hukum acara perdata dan hukum acara pidana harus diletakkan dalam kitab undang-undang yaitu di kodifikasi).
2. Untuk golongan bangsa eropa harus dianut perundang-undangan yang berlaku di negeri belanda (sesuai azas konkordasi).
3. Untuk golongan bangsa Indonesia dan timur asing jika ternyata kebutuhan kemasyarakatan mereka menghendakinya.
4. Orang Indonesia asli dan timur asinng, selama mereka belum ditundukkan di bawah suatu peraturan bersama dengan suatu bangsa eropa.
5. Sebelumnya hukum untuk bangsa Indonesia ditulis dalam undang-undang maka bagi mereka hukum yang berlaku adalah hukum adat.


Contoh kasus hukum perdata di Indonesia:

PSSI Digugat Hukum Perdata
PSSI mendapat gugatan dari pihak yang mengatasnamakan masyarakat Papua yang tidak puas dengan perlakuan tak adil yang diterima Persipura Jayapura. Gugatan itu disampaikan oleh oleh Ketua Tim Pembela Kebijakan PSSI Pieter Ell SH kepada wartawan tadi sore (12/08/09). “Kami telah mendaftarkan surat gugatan ke Pengadilan Negeri (PN) Jaksel hari ini dengan nomor 1398/PDT.G/2009/PN.JKT.SEL. Kami merasa persoalan hukum ini ada yang tidak beres dan makanya kami ajukan gugatan perdata,” cetus Pieter. Tiga pihak yang digugat adalah Ketua PSSI Nurdin Halid, CEO PT Liga Indonesia Joko Driyono dan wasit Purwanto.
Dalam gugatan perdata ini, hal yang dipermasalahkan adalah penunjukkan Stadion Jaka Baring sebagai venue Final Copa Indonesia, batasan umur seorang wasit yang memimpin suatu laga (Purwanto yang sudah berumur 46 tahun sudah tak layak menjadi pengadil di lapangan saat itu), dan aksi beberapa orang (termasuk Gubernur Sumsel Alex Noerdin) yang turun ke lapangan ketika terjadinya aksi pemogokan karena dianggap melanggar peraturan.
Ketua Komding Rusdi Taher menanggapi gugatan tersebut dengan berkomentar, “Saya rasa Persipura itu kurang memahami peraturan internasional yang ada. Di sepakbola itu, tidak ada kasus yang boleh diajukan ke pengadilan. Ya sekarang kalau PN Jaksel menerima gugatan itu, ya memang karena pengadilan itu tidak boleh menolak pengajuan gugatan atas suatu kasus,” ujar Rusdi. (via Detik.com)

Sumber :    Wikipedia
                Elearning.gunadarma
                Kaskus.us
                Detik.com